Tugas
dan tanggung jawab seorang guru sesungguhnya sangat berat. Di pundaknyalah
tujuan pendidikan secara umum dapat tercapai atau tidak. Mengapa di pundak
seorang guru dan bagaimana dengan tugas dan tanggung jawab orangtua anak didik
yang mendapatkan amanat langsung dari Tuhan? Pertanyaan penting ini harus dijawab
terlebih dulu sebelum membahas persoalan ini lebih jauh.
Orangtua
memang mendapatkan amanat langsung dari Tuhan untuk mendidik
anak-anaknya. Di
hadapan Tuhan kelak para orangtua juga akan dimintai pertanggungjawaban tentang
bagaimana cara mereka mendidik anak-anaknya. Namun, karena kemampuan,
pengetahuan, dan waktu yang dimiliki oleh orangtua terbatas, sebagian besar
orangtua memercayakan pendidikan anak-anaknya kepada guru-gurunya di sekolah.
Tugas
dan tanggung jawab seorang guru di sekolah semakin berat karena tidak sedikit
dari orangtua yang seakan memercayakan sepenuhnya pendidikan anak-anaknya di
sekolah. Mereka beranggapan bahwa tugas dan tanggung jawab orangtua adalah
bekerja dan bekerja, sehingga mempunyai uang yang banyak untuk memenuhi kebutuhan
anak-anaknya, termasuk biaya sekolah. Bahkan, tidak sedikit orangtua yang
berusaha dengan sekuat tenaga agar anak-anaknya dapat sekolah di tempat yang
favorit, meskipun biayanya mahal.
Orangtua
yang demikian biasanya telah merasa bahwa tugas dan tanggung jawabnya di bidang
pendidikan anak-anaknya telah selesai. Mereka percaya sepenuhnya bahwa pihak
sekolah telah mendidiknya dengan baik, sehingga merasa tak perlu lagi
mengontrol pendidikan anaknya ketika di rumah. Sungguh, anggapan yang seperti
itu tidaklah benar. Orangtua tetap bertanggung jawab terhadap pendidikan
anak-anaknya secara keseluruhan. Sedangkan guru bertanggung jawab karena
mendapatkan amanat dari orangtua untuk mendidik anak-anak mereka, di samping
merupakan tanggung jawab kemanusiaan.
Di
sinilah sesungguhnya tugas dan tanggung jawab guru menjadi tidak main-main.
Amanat dari para orangtua untuk mendidik anak-anaknya mesti ditunaikan dengan
baik. Tidak sekadar mengajar, akan tetapi juga mendidiknya. Dengan demikian,
seorang guru bisa dikatakan sebagai orangtua kedua bagi anak didiknya. Sebagai
orangtua kedua, sudah tentu dibutuhkan kedekatan dengan anak didiknya agar
berhasil dalam menjalankan tugas penting dan mulia ini.
Ya,
kedekatan dengan anak didik adalah kunci penting bagi seorang guru bila ingin
sukses dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Tanpa kedekatan, tugas
dan tanggung jawab itu akan sulit dapat terlaksana dengan baik, karena anak
didik bukanlah robot yang siap menerima program apa pun dari orang yang membuat
atau mengoperasikannya. Anak didik adalah pribadi yang mempunyai jiwa. Sudah
tentu, menghadapi pribadi yang mempunyai jiwa dibutuhkan kedekatan di antara
dua jiwa agar komunikasi dalam proses belajar mengajar berjalan dengan baik.
Secara
garis besar, tugas dan tanggung jawab seorang guru adalah mengembangkan
kecerdasan yang ada dalam diri setiap anak didiknya. Kecerdasan ini harus
dikembangkan agar anak didik dapat tumbuh dan besar menjadi manusia yang cerdas
dan siap menghadapi segala tantangan di masa depan. Di antara kecerdasan yang
perlu dikembangkan oleh seorang guru adalah sebagai berikut:
a.
Kecerdasan Intelektual
Kecerdasan
intelektual atau biasa disebut Intelligence Quotient (IQ) adalah kemampuan
potensial seseorang untuk mempelajari segala sesuatu dengan alat-alat berpikir.
Kecerdasan intelektual ini bisa diukur dari sisi kekuatan verbal dan logika
seseorang. Secara teknis, kecerdasan ini pertama kali digagas dan ditemukan
oleh Alfred Binet, seorang tokoh psikologi dari Prancis.
Kecerdasan
intelektual merupakan kecerdasan yang tampaknya menjadi primadona dan
dikembangkan dengan porsi lebih besar di hampir seluruh sekolah formal di
dunia, termasuk di Indonesia. Seorang anak didik mendapatkan nilai baik atau
tidak, naik kelas atau lulus sekolah, sangat ditentukan oleh nilai dari
kecerdasan intelektualnya. Di sinilah seorang guru diharapkan mampu
mengembangkan kecerdasan intelektual dengan baik, di samping juga mengembangkan
kecerdasan yang lainnya.
b.
Kecerdasan Emosional
Kecerdasan
emosional biasa disebut Emotional Quotient (EQ). Kecerdasan ini setidaknya
terdiri dari lima komponen pokok, yakni kesadaran diri, manajemen emosi,
motivasi, empati, dan mengatur sebuah hubungan sosial. Kecerdasan ini juga
dikembangkan pada sekolah-sekolah formal, namun porsinya jauh di bawah
kecerdasan intelektual. Padahal, menurut beberapa penelitian di bidang
kecerdasan dan psikologi, termasuk menurut Daniel Goleman, bahwa kontribusi IQ
bagi keberhasilan seseorang hanya sekitar 20%, dan sisanya yang 80%, ditentukan
oleh sederetan faktor yang disebutnya sebagai kecerdasan emosional. Di sinilah
dibutuhkan seorang guru yang bisa mengembangkan kecerdasan emosional
murid-muridnya.
c.
Kecerdasan Spiritual
Kecerdasan
spiritual atau yang biasa juga disebut sebagai Spiritual Quotient (SQ) adalah
kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai perangkat internal diri,
sehingga seseorang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada
di balik sebuah kenyataan atau kejadian tertentu. Secara teknis, kecerdasan ini
pertama kali digagas dan ditemukan oleh Danah Zohar.
Dalam
beberapa penelitian di bidang kecerdasan dan psikologi, kecerdasan spiritual
dikatakan sebagai kecerdasan yang paling penting. Hal ini karena terkait erat
dengan kebahagiaan hidup seseorang. Orang yang mempunyai kecerdasan spiritual
yang baik akan mampu memaknai secara positif pada setiap peristiwa, masalah,
bahkan penderitaan yang dialaminya. Dengan demikian seseorang akan lebih mudah
meraih kebahagiaan. Di sinilah sesungguhnya sangat penting bagi seorang guru
untuk bisa mengembangkan kecerdasan spiritual anak didiknya.
Ketiga
macam jenis kecerdasan yang ada pada diri anak tersebut sangat perlu untuk
diperhatikan oleh seorang guru, sehingga kecerdasan anak-anak secara
keseluruhan pun dapat berkembang dengan baik. Secara garis besar, inilah tugas
dan tanggung jawab seorang dalam mendidik murid-muridnya. Sebuah tugas dan
tanggung jawab yang tidak ringan, namun sangat penting dan mulia, demi generasi
masa depan yang cerdas dan berakhlak mulia.
T U G A S G U R U
Guru
memiliki tugas yang beragam yang berimplementasi dalam bentuk pengabdian. Tugas
tersebut meliputi bidang profesi, bidang kemanusiaan dan bidang kemasyarakatan.
Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik
berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup dan kehidupan. Mengajar
berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan
melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada siswa.
Tugas guru dalam bidang kemanusiaan adalah memposisikan dirinya
sebagai orang tua ke dua. Dimana ia harus menarik simpati dan menjadi idola
para siswanya. Adapun yang diberikan atau disampaikan guru hendaklah dapat
memotivasi hidupnya terutama dalam belajar. Bila seorang guru berlaku kurang
menarik, maka kegagalan awal akan tertanam dalam diri siswa.
Guru adalah posisi yang
strategis bagi pemberdayaan dan pembelajaran suatu bangsa yang tidak mungkin
digantikan oleh unsur manapun dalam kehidupan sebuah bangsa sejak dahulu.
Semakin signifikannya keberadaan guru melaksanakan peran dan tugasnya semakin
terjamin terciptanya kehandalan dan terbinanya kesiapan seseorang. Dengan kata
lain potret manusia yang akan datang tercermin dari potret guru di masa
sekarang dan gerak maju dinamika kehidupan sangat bergantung dari
"citra" guru di tengah-tengah masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
,